Omon-omon dengan CEO Perusahaan Pangan

Aku terkejut ketika tiba-tiba mendapat undangan untuk rapat dengan CEO Perusahaan Pangan. Temanku yang menjadi CFO di perusahaan tersebut mengirim pesan WA, “CEO-ku mau ketemu. Mau tanya soal koperasi.”

“Ada angin apa kok tiba-tiba mau tahu tentang koperasi?” tanyaku.

“Pokoknya besok datang dulu saja besok pagi,” jawabnya singkat.

Keesokan harinya aku datang ke kantornya yang berada di lantai x sebuah gedung perkantoran di Jalan Sudirman, Jakarta.

“Begini, kami ingin tahu sebenarnya koperasi dan UMKM itu sama atau beda atau bagaimana sesungguhnya. Kami punya rencana untuk menjalankan suatu usaha, namun usaha itu tertutup untuk perusahaan besar. Usaha tersebut hanya dialokasikan untuk UMKM. Kami berpikir bahwa dengan mendirikan koperasi, kami bisa mengatasi situasi tersebut. Namun, ketika kami konsultasi ke Kementerian xxx, kami mendapat informasi bahwa koperasi tidak boleh memiliki total aset lebih dari Rp dan total penjualan Rp per tahun. Sebenarnya koperasi itu apa, dan UMKM itu apa?” tanya CEO itu.

“Di Indonesia, koperasi adalah salah satu bentuk badan hukum untuk menjalankan usaha. Jadi setara dengan Perseroan Terbatas (PT) yang juga merupakan badan hukum. Sementara UMKM itu adalah penggolongan usaha menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, berdasarkan pendapatan usaha per tahun dan aset atau kekayaan bersih yang dimiliki di luar aset tanah dan bangunan. Penggolongannya adalah sebagai berikut:

Jenis UsahaPendapatan Usaha per Tahun (Rp Miliar)Aset atau Kekayaan Bersih di Luar Aset Tanah dan Bangunan (Rp Miliar)
Mikro< 0,3< 0,05
Kecil0,3 – 2,50,05 – 0,5
Menengah2,5 – 500,5 – 10

Jadi, baik koperasi maupun PT ada yang tergolong UMKM tergantung pada pendapatan usaha per tahun dan aset bersihnya. Mereka juga bisa berpindah golongan dari mikro menjadi kecil, dari kecil menjadi menengah, dan dari menengah menjadi besar.”

“Lho, kalau koperasi itu pada dasarnya adalah badan hukum, sebenarnya tidak perlu ada Menteri Koperasi dong,” ujarnya.

“Memang sebenarnya tidak perlu ada Menteri Koperasi. Coba saja lihat negara maju, apakah ada Menteri Koperasinya? Hanya negara yang terbelakang atau sedang berkembang yang memiliki Menteri Koperasi. Tujuannya tentu saja agar koperasi bisa dipolitisasi, dan biasanya malah koperasinya tidak dapat berkembang menjadi perusahaan besar. Di negara maju, koperasi digunakan oleh pemerintah untuk melindungi usaha atau industri yang menjadi unggulan di negara tersebut. Juga untuk kedaulatan dan ketahanan pangan serta energi negara tersebut. Oleh karenanya, koperasi didorong menjadi perusahaan besar bahkan didukung dengan satu undang-undang khusus untuk satu koperasi!” jawab saya.

Kalau mau tahu lebih banyak, silakan baca buku “Koperasi Pertanian Kontemporer.”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *