Melanjutkan pembicaraan dengan CEO Perusahaan Pangan yang ingin berdiskusi lebih dalam tentang koperasi, CEO itu melanjutkan pertanyaannya.
“Begini, Pak. Kami punya rencana untuk masuk ke suatu industri. Ternyata, industri tersebut tertutup untuk usaha besar. Hanya UMKM yang boleh berusaha dalam industri tersebut. Kami pun berpikir untuk mendirikan koperasi agar bisa mendapatkan izin usahanya. Tapi menurut peraturan tersebut, omsetnya juga dibatasi pada skala usaha kecil seperti yang sudah Bapak sampaikan.”
“Maaf, Pak. Industri tersebut memang dialokasikan untuk UKM. Jadi, koperasinya yang menjalankan usaha tersebut harus dibatasi skala usahanya harus UKM. Tapi sebenarnya, usaha yang mau dijalankan koperasi itu usaha apa? Koperasi itu tidak bisa menjalankan suatu usaha jika anggotanya hanya menjadi investor saja! Kalau memang mau seperti itu, badan hukum yang lebih tepat adalah Perseroan Terbatas. Kalau mau mendirikan koperasi, harus didefinisikan dahulu usaha koperasinya, apa transaksi yang dilakukan antara koperasi dengan anggotanya. Anggotanya bisa menjadi pemasok, konsumen, atau pekerja. Kemudian harus dibuat rencana usaha dulu, apakah memang usaha tersebut bisa berjalan dengan lebih untung dibandingkan jika perusahaan hanya dimiliki oleh investor saja. Kalau tidak bisa lebih untung dibandingkan dengan perusahaan milik investor, ya tidak usah terapkan model koperasi. Perusahaan model koperasi itu lebih menantang karena anggotanya harus bertransaksi dan ikut investasi, dan karena hal itu ada keuntungan tambahan dari efisiensi beban transaksi. Jadi harus direncanakan dulu usahanya, termasuk detail rencana operasionalnya.”
“Ternyata tidak gampang juga, ya?”
“Ya, yang namanya bisnis memang tidak gampang, Pak. Makanya kan perusahaan pangan ini juga mempekerjakan Bapak untuk mengelolanya, ha ha …”
“Jadi, sebelum mendirikan koperasi, kita harus punya rencana bisnis untuk ditawarkan pada anggota. Kita harus tahu dulu kita ini maunya apa.”
“Benar sekali, Pak. Buat saja dulu rencana usahanya. Nanti kami bantu menstruktur perusahaannya. Apakah lebih cocok perusahaan milik investor atau perusahaan koperasi. Kalau usahanya tidak fisible, apa pun bentuk hukum perusahaannya ya tidak akan fisible!”
“Pertanyaan satu lagi, Pak. Kalau nanti kantor pusat koperasinya di Jakarta, apakah dimungkinkan?”
“Lha, usaha koperasinya apa? Kantornya kan diatur di lokasi yang paling mendukung usaha yang dijalankan perusahaan koperasinya.”
“Ok, Pak. Sekarang kami mulai sedikit paham.”
“Kalau mau lebih paham, silakan baca buku ‘Koperasi Pertanian Kontemporer.'”
“Terima kasih.”
Saya pulang dengan diberi oleh-oleh dua tas hasil produksi perusahaan mereka.
Kalau mau tahu lebih banyak, silakan baca buku “Koperasi Pertanian Kontemporer.”